Klaster Administrasi Tanah Modern
JAKARTA, Newsinpo.com – Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mendorong Pemda Jawa Tengah untuk mendukung implementasi Konsep Administrasi Tanah Modern Kontemporer.
Terdiri atas empat kelompok besar dalam kerangka berpikir itu adalah penguasaan lahan, nilai lahan, penggunaan lahan, serta pengembangan lahan. Menurut dia, semuanya membentuk dasar untuk mengembangkan sistem pertanian yang modern, adil, dan mendorong investasi di wilayah tersebut.
“Penguasaan tanah berkaitan dengan legitimasi hak atas tanah, mencakup sertifikasi, perpecahan, serta Reforma Agraria. Pemerintah Daerah mempunyai peran penting di Administrasi Tanah Modern ini, terutama dalam menetapkan subjek dari Reforma Agraria karena gubernur dan bupati menjabat sebagai Ketua Tim Pelaksana Reforma Agraria (GTRA),” jelas Nusron seperti yang dikutip dari situs resmi Kementerian ATR/BPN pada Jumat (18/4/2025).
Menurut dia, seorang ketua desa memiliki peran penting dalam hal properti tanah, misalnya dengan memeriksa keabsahan Surat Keterangan Tanah (SKT), dokumen dasar yang sering kali menjadi asal mulanya berbagai kelainan.
“Sering terjadi gangguan lahan karena Surat Ketetapan Tanah yang tidak sah. Hal ini perlu menjadi perhatian bersama,” tambahnya. Dalam hal nilai tanah, Nusron memaparkan perbedaan antara Zona Nilai Tanah (ZNT) dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). ZNT akan menjadi pedoman utama untuk menilai harga tanah dan direvisi tiap tiga tahun, sedangkan NJOP akan mengulas kembali setiap tahunnya.
Administrasi Tanah Modern
“ZNT merupakan sumber acuan utama. Nilai Jual Objek Pajak dapat berfluktuasi bergantung pada sektor lahan. Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah Daerah harus ikut aktif dalam mengoptimalkan serta mensosialisasikan data tentang harga tanah ini ke masyarakat,” jelas Menteri Nusron.
Dalam kategori penggunaan lahan, anggota Golkan mendesak Pemerintah Daerah untuk secara proaktif menyusun dan menggunakan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR), sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat agar memanfaatkan lahannya berdasarkan tujuan yang telah ditentukan.
Selama membahas tentang pengembangan lahan, Nusron mengutamakan kebutuhan kontrol konstruksi dengan menggunakan alat seperti KKPR dan PBG yang didasarkan pada perencanaan wilayah bersama-sama dengan masalah lingkungan.
Kepada para pejabat daerah, Nusron menyampaikan usulannya tentang hambatan-hambatan yang mempengaruhi pelaksanaan Program Pendaftaran Sistematis Lengkap (PTSL) di Jawa Tengah.
Hal ini terkait dengan batas kemampuan keuangan pemerintah serta kesulitan warga dalam menanggung biaya BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
“Saya berharap para pemimpin daerah di Jawa Tengah dapat meniru tindakan yang telah diterapkan di Jawa Timur, daerah Gubernurnya telah mengirimkan surat instruksi kepada Bupati/Walikota agar mencabut biaya BPHTB bagi warga yang tidak mampu mendapatkan sertifikat dari program PTSL. Hal ini merupakan bentuk dukungan nyata terhadap rakyat,” demikian penjelasannya.